Solusi Cerdas Info Harian – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa dana hasil penipuan sering kali sulit dilacak karena pelakunya memanfaatkan cryptocurrency untuk menghilangkan jejak. Sulitnya OJK melacak uang penipuan menjadi tantangan tersendiri dalam upaya memberantas kejahatan ini. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi, Mohammad Ismail Riyadi, mengungkapkan bahwa salah satu individu terkenal telah menjadi korban penipuan dengan total kerugian mencapai Rp 330 juta. Beruntung, individu tersebut segera menghubungi Indonesia Anti-Scam Centre (IASC), yang memungkinkan mereka untuk memblokir nomor rekening yang digunakan oleh penipu, sehingga mencegah kerugian lebih lanjut.
Ismail menjelaskan bahwa para penipu biasanya membagi hasil kejahatan mereka melalui beberapa bank sebelum akhirnya mengalihkan dana tersebut ke dalam bentuk cryptocurrency. Taktik ini dirancang untuk menyulitkan pihak berwenang, termasuk sulitnya OJK melacak uang penipuan, dalam melacak aliran uang yang dicuri. Dalam acara Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah yang berlangsung di Menara Radius Prawiro, Jakarta Pusat, pada Senin (28/4/2025), Ismail menekankan pentingnya kewaspadaan dan pengetahuan tentang cara penipuan ini beroperasi, agar masyarakat dapat melindungi diri dari ancaman yang semakin canggih.
Table of Contents
Maraknya Penipuan Digital di Era Kripto
Antara bulan November dan Maret 2025, IASC berhasil menyelamatkan dana sebesar Rp 137 miliar dari total 98.713 laporan yang diterima. Selain itu, OJK juga telah mengambil tindakan tegas dengan memblokir 40.445 rekening yang terlibat dalam aktivitas penipuan. Tindakan ini mencerminkan komitmen kedua lembaga untuk melindungi masyarakat dari praktik penipuan yang semakin meningkat. Namun, Ismail menekankan bahwa kecepatan dalam melaporkan dan menangani aduan sangat penting, terlebih mengingat sulitnya OJK melacak uang penipuan, sehingga tingkat pengembalian dana di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara seperti Singapura dan Malaysia.
Ismail juga mengingatkan pentingnya melaporkan dugaan penipuan secepat mungkin kepada IASC, terutama jika seseorang telah membagikan kode One Time Password (OTP) mereka. Ia menjelaskan bahwa penipuan sering terjadi ketika individu menerima informasi yang tampaknya valid, seperti pemberitahuan transaksi yang mencurigakan. Dalam situasi seperti ini, sangat penting untuk segera mengambil tindakan, seperti memblokir akun yang terlibat, mengingat sulitnya OJK melacak uang penipuan setelah dana berpindah tangan. Apabila ada komunikasi yang mencurigakan, baik melalui WhatsApp maupun telepon, masyarakat diimbau untuk melaporkan ke Indonesia Anti-Scam agar dapat ditangani dengan cepat dan tepat.
Karakteristik Kripto yang Menjadi Tantangan
OJK menghadapi kesulitan utama karena sifat unik dari teknologi blockchain, yang mendasari sebagian besar mata uang kripto. Sulitnya OJK melacak uang penipuan disebabkan oleh karakteristik-karakteristik berikut yang membuat pelacakan uang hasil kejahatan menjadi sangat rumit:
- Anonimitas Meskipun semua transaksi tercatat di blockchain, identitas asli pemilik dompet kripto sering kali tersembunyi di balik alamat yang panjang dan acak.
- Transaksi Global Aset kripto dapat diperdagangkan lintas negara dalam hitungan menit tanpa perlu melewati sistem perbankan tradisional, membuat pelacakan lintas yurisdiksi menjadi tantangan hukum yang besar.
- Pertukaran Desentralisasi (DEX) Platform KONOHATOTO78 DEX memungkinkan pengguna bertukar aset tanpa memerlukan identitas pengguna atau keterlibatan pihak ketiga, mengurangi jejak transaksi.
- Pencampuran (Mixers) Beberapa layanan pencampuran menyatukan dana dari berbagai sumber untuk mengaburkan asal usul uang, membuat proses investigasi semakin sulit.
Upaya OJK dalam Menghadapi Tantangan Ini
Meski menghadapi berbagai rintangan, termasuk sulitnya OJK melacak uang penipuan, OJK tidak tinggal diam. Berbagai inisiatif telah dilakukan, di antaranya:
- Kolaborasi Antar-Lembaga OJK bekerja sama dengan Bank Indonesia, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), serta Kepolisian untuk mengoordinasikan investigasi dan pertukaran informasi.
- Peningkatan Literasi Digital OJK gencar mengedukasi masyarakat mengenai risiko investasi di aset kripto, agar masyarakat lebih waspada terhadap penipuan berkedok kripto, mengingat sulitnya OJK melacak uang penipuan.
- Pengawasan Platform Kripto Berlisensi OJK mendorong agar platform pertukaran kripto beroperasi secara legal di bawah pengawasan Bappebti dan memenuhi standar Anti-Pencucian Uang (APU) serta Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT).
- Pengembangan Regulasi OJK juga sedang merumuskan kerangka regulasi baru untuk memperkuat perlindungan konsumen di sektor kripto, termasuk penerapan prinsip KYC (Know Your Customer) yang lebih ketat.
Studi Kasus: Penipuan Kripto Besar di Indonesia
Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah penipuan investasi berbasis kripto yang melibatkan ribuan korban dengan kerugian mencapai ratusan miliar rupiah. Para pelaku menggunakan skema investasi palsu berbasis token baru, menjanjikan pengembalian keuntungan hingga 10% per bulan, sementara sulitnya OJK melacak uang penipuan semakin memperburuk upaya penyelamatan dana korban.
Ketika kasus ini terbongkar, uang hasil kejahatan telah tersebar ke berbagai dompet kripto di luar negeri. Proses pelacakan menjadi sangat kompleks, karena harus melibatkan kerja sama internasional dan penyedia platform yang berlokasi di berbagai negara yang memiliki regulasi longgar terhadap kripto, sehingga semakin memperumit sulitnya OJK melacak uang penipuan.
Hambatan Pelacakan Dana
Dalam melacak dana hasil penipuan, OJK dan aparat penegak hukum menghadapi beberapa hambatan:
- Keterbatasan Data Banyak pertukaran kripto tidak menyimpan data pengguna dengan cukup baik, apalagi jika pelaku menggunakan DEX atau platform tidak terdaftar, yang semakin sulitnya OJK melacak uang penipuan.
- Perlindungan Privasi Ekstrem Beberapa kripto seperti Monero atau Zcash dirancang dengan fitur privasi tinggi, menyulitkan upaya analisis forensik blockchain.
- Keterbatasan Yuridiksi Banyak transaksi melibatkan negara-negara dengan regulasi kripto yang minim atau tidak ada sama sekali, sehingga permintaan informasi resmi menjadi sangat lambat atau bahkan tidak ditanggapi.
- Cepatnya Perpindahan Dana Pelaku dapat dengan cepat memindahkan aset antar-wallet atau mengonversinya ke bentuk lain, seperti NFT atau stablecoin, untuk mengaburkan jejak.
Strategi ke Depan
Untuk mengatasi tantangan ini, OJK perlu memperkuat beberapa aspek strategis:
- Meningkatkan Kerja Sama Internasional Bergabung dalam forum global seperti Financial Action Task Force (FATF) memungkinkan OJK bertukar data intelijen secara lebih efektif.
- Penguatan Teknologi Forensik Blockchain Investasi pada alat analisis blockchain mutakhir menjadi keharusan untuk meningkatkan kemampuan pelacakan aliran dana kripto.
- Regulasi yang Adaptif Membuat regulasi yang fleksibel namun ketat terhadap pelaku industri kripto di Indonesia, termasuk penerapan standar KYC dan AML (Anti Money Laundering) yang lebih luas.
- Mendorong Adopsi Identitas Digital Mengintegrasikan identitas digital terverifikasi untuk pengguna platform kripto dapat mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan.
- Peningkatan Literasi Investor Memberikan edukasi terus-menerus agar investor memahami risiko dan tanda-tanda penipuan berbasis kripto.
Link : https://bookmarks1.info/sulitnya-ojk-melacak-uang-penipuan/